TUJUAN YANG TIDAK TERINTEGRASI
Oleh : PL Glenmore.
Tampaknya kemiskinan tidak membutuhkan pendevinisian, setiap dari kita mudah mengenali ’orang miskin’ yang dapat dengan mudah kita jumpai, setiap hari wajah kemiskinan muncul dilayar TV, di ruang keluarga kita. Namun demikian, sedikit dari kita yang mampu mengambil tindakan kecuali hanya beberapa saat memliki rasa iba dan prihatin, ketika kita pidah ke program TV lain yang menghibur seketika itu juga hilang rasa iba itu.
Kemiskinan meliputi banyak persoalan dari persoalan infrastruktur, pengelolaan ekonomi sampai dengan persoalan yang paling dasar yaitu sumber daya manusia kata para pakar. Namun demikian, hingga saat ini wajah wajah melas kemiskinan tetap saja banyak, seolah menjadi kemiskinan absolud dan tak terhapuskan, mesikipun program-program kemiskinan sampai dengan kompensasi dan subsidi telah diselenggarakan.
Fakta ini, menunjukkan beberapa hal, dimana indikator-indikator yang disebutkan program dan para pakar tidak semuanya benar. Karena kemiskinan sebenarnya bukanlah disebabkan kurangnya sumberdaya, minimnya infra struktur atau pelembagaan yang lemah, terbukti dipelosok desa dengan sumberdaya yang sama mampu hidup di atas garis kemiskinan. Namun kemiskinan itu lebih diakibatkan oleh keserakahan dan kekikiran beberapa komonitas dengan kekayaan berlimpah, suka korupsi, buruknya akhlak sosial oknum pemimpin. Yang orientasinya ingin menjadikan kemiskinan sebagai penjaga dan pelayan hartanya pribadi.
Oleh : PL Glenmore.
Seorang Pakar “relawan dari desa yang dikenal dengan sebutan KPMD” mengeluh, keluarga desa itu miskin karena mereka terlalu banyak anak. Sang ibu dengan suara parau berparas malu dan marah mengajak kelima anaknya keluar dari gubuknya, dan berkata kepada pakar itu: “Coba, lihat mereka, dan katakan kepada saya mana yang harusnya tidak saya miliki”.
|
Tampaknya kemiskinan tidak membutuhkan pendevinisian, setiap dari kita mudah mengenali ’orang miskin’ yang dapat dengan mudah kita jumpai, setiap hari wajah kemiskinan muncul dilayar TV, di ruang keluarga kita. Namun demikian, sedikit dari kita yang mampu mengambil tindakan kecuali hanya beberapa saat memliki rasa iba dan prihatin, ketika kita pidah ke program TV lain yang menghibur seketika itu juga hilang rasa iba itu.
Fakta ini, menunjukkan beberapa hal, dimana indikator-indikator yang disebutkan program dan para pakar tidak semuanya benar. Karena kemiskinan sebenarnya bukanlah disebabkan kurangnya sumberdaya, minimnya infra struktur atau pelembagaan yang lemah, terbukti dipelosok desa dengan sumberdaya yang sama mampu hidup di atas garis kemiskinan. Namun kemiskinan itu lebih diakibatkan oleh keserakahan dan kekikiran beberapa komonitas dengan kekayaan berlimpah, suka korupsi, buruknya akhlak sosial oknum pemimpin. Yang orientasinya ingin menjadikan kemiskinan sebagai penjaga dan pelayan hartanya pribadi.
Dari sini saya mencatat, sebenarnya negeri ini miskin orang kaya yang dermawan dan peduli pada lingkungan miskin sekitar, negeri ini miskin pemimpin yang jujur dan amanah untuk benar-benar berpihak pada keadilan dan beradab sesuai kemanusiaan, miskin penyelenggara pemerintahan yang bijaksana.
Kecurigaan saya dalam catatan ini semoga tidak berlangsung lama dalam menempuh kehidupan kolektif sebagai masyarakat desa yang kental dengan kemiskinan. Semoga masing-masing pihak tidak hanya mementingkan kehidupanya sendiri dalam menempuh proses modernisasi yang demikian rumit dan sangat beragam aspek-aspeknya. Kebutuhan bersama itu haruslah menjadi kekuatan kita, yaitu dalam kaitan antara semangat kebangsaan dan perikemanusiaan. Hal inilah yang senantiasa kita ingat dalam proses melestarikan dan membuang satu hal yang biasa terjadi dalam perkembangan kolektif masyarakat, bukan?